Perpisahan: Perjumpaan Kita yang Telah Usai

image.freepik.com

Agaknya saya tidak termasuk manusia yang memiliki kemampuan mengingat super lama. Tidak banyak hal-hal yang saya ingat di masa lalu. Ini benar, saudara! Seringkali kemampuan mengingat saya ini terasa menyedihkan ketika seharusnya ia dibutuhkan untuk keluar dari otak. Oleh sebab itulah, tantangan ini membuat saya cukup berpikir keras untuk mengingat rasa kehilangan apa yang telah saya alami hingga saat ini.
Ini mengenai teman terdekat saya. Saya berjumpa pertama kali dengannya kalau tak salah pada hari terakhir Ujian Nasional di Madrasah Aliyah (MA) dulu. Ketika itu Bapak menemani saya berkeliling ke deretan toko-toko di sekitar jalan Sriwijaya, Mataram. Singkat cerita, akhirnya setelah pertemuan singkat di toko itu kami mengajaknya pulang untuk tinggal di rumah. Ia hanya diam dan menurut saja diajak ke rumah.
Sejak hari itu saya menjadi sahabat setianya. Hampir setiap hari saya bersamanya ke kampus. Kami sering mengerjakan tugas bersama. Terhitung jalinan persahabatan kami sudah dua tahun lebih.
Ia adalah sosok teman yang luar biasa. Tiada satu pun teman yang sebaik dirinya. Terkadang ketika tugas kampus dan tugas lainnya mulai menumpuk untuk dikerjakan, Ia dengan senang hati membantu untuk menyelesaikannya. Saya mencintainya seperti saudara saya sendiri. Bentuk cinta saya adalah memanfaatkan kemampuannya untuk membantu saya mengerjakan berbagai tugas. Tolong jangan hakimi saya bahwa saya memanfaatkan pertemanan kami. Jangan hakimi saya bahwa saya adalah teman yang tak tahu diri. Please! Jangan hakimi saya hingga kalian membaca tulisan ini hingga selesai.
Hari itu entah hari apa. Saya melakukan kesalahan yang sangat fatal. Saya di kampus ketika itu dan hari telah sore. Saya belum menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan hari itu. Entah bagaimana kejadian detilnya, tapi ketika itu saya berjalan bersamanya dan tak sengaja tangan saya melepaskannya. Ia pun jatuh begitu saja di antara rerumputan basah belakang gedung B kampus. Tak ada tangisan yang keluar darinya sedikitpun.
Saat itu, ada jeda di antara helaan nafas dan ketakpercayaan saya atas apa yang terjadi. Semacam efek slow motion gitu! Detik-detik berlalu dan pada detik keberapa, saya disadarkan oleh beberapa teman yang ada di TKP. Nama saya diteriakinya. Raut wajah saya entah seperti apa saat itu.
Sesegera mungkin saya memeluknya. Lama sekali saya memeluknya hingga saya memberanikan diri untuk mengecek apakah ia terluka atau tidak. Saya takut. Jantung saya berdegup terlalu kencang. Pikiran saya berkeliar tak di sana. Bagaimana keadaannya? Bagaimana jika ia terluka? Lalu, bagaimana jika Bapak tahu? Bagaimana jika ia marah? dan banyak lagi bagaimana-bagaimana yang lain.
Hari itu ternyata saya lewati tanpa pikiran-pikiran buruk itu. Bapak tidak marah tapi ada bekas luka pada wajah sisi kanannya. Beberapa bagian tubuhnya lecet dan itu sangat menyesakkan. Bapak memang tidak marah tetapi ia sempat bertanya untuk membawanya berobat. Pengobatan untuknya pun akhirnya tak pernah jadi saya lakukan karena ia tak pernah menangis sejak awal ia tinggal di sini. Pun hingga insiden itu terjadi ia tetap tak mengeluarkan tangis. Saya memang tak heran atas itu. Akhirnya keadaannya tetap seperti itu hingga beberapa bulan selanjutnya.
Perjumpaan pasti berakhir dengan perpisahan dan itu yang terjadi pada persahabatan kami. Saya mengikhlaskannya untuk dibawa pergi. Ini demi kebaikannya dan kebaikan saya juga. Di tempat barunya ia akan diperbaiki dan menjalani hidup bersama teman barunya. Pun juga saya, mendapat penggantinya dan menjalani hidup dengannya seperti bagaimana ia dahulu. Meski jelas, teman baru ini tidak sespesial dirinya.
Ah iya, dari tadi saya belum memperkenalkan namanya pada kalian. Tentu kalian tahu siapa yang saya ceritakan ini. Namanya Asus. Kini ia telah pergi dengan teman barunya. Selamat tinggal, Asus! Semoga kau tetap menyebar kebaikan di tempat barumu.

Tuntas!
#7DaysKF
#Day3

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Pengagum sosok Ayah, Ibu dan Ilalang. Masih belajar untuk menjadi setangguh ilalang. Manusia yang berharap Tuhan memeluk mimpi-mimpinya.

2 komentar:

  1. Asus? Laptop? Handphone? :/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu kisah laptop pertama, berakhir tragis. hehe..
      Terima kasih Grey sudah menyempatkan membaca. Salam kenal!

      Hapus

Silakan tinggalkan jejak dengan memberikan komentar...