Pernahkah
kalian melakukan hal bodoh di depan orang-orang penting? Semisal
Wakil Dekan, misalnya? Ehm, saya ternyata sempat melakukannya dengan 'tanpa sengaja' tentunya.
Hari itu
saya pergi bersama seorang teman satu UKM untuk meliput sebuah acara
di kampus (saya mengikuti organisasi pers mahasiswa di kampus). Narasumber kami saat itu adalah Pak Dut (bukan nama asli) dan itu selesai tanpa hambatan. Awalnya
kami ingin mencukupkan hasil wawancara Pak Dut tersebut dan menggenapi berita
yang akan kami tulis nanti dengan narasumber dari mahasiswa. Tetapi, Pak Dut
menyarankan kami untuk mewawancarai Pak Samsul (bukan nama asli).
Kami akhirnya pergi menemui
Pak Samsul yang ketika itu berdiri di depan ruangannya seperti mencari-cari
seseorang. Saya lalu mengatakan padanya bahwa kami ingin melakukan wawancara
mengenai kegiatan tersebut. Dengan logat khas daerahnya—yang bagi kebanyakan
orang terkesan bernada keras— ia mengatakan baru ada waktu besok. Ia lalu masuk
ke dalam ruangannya namun kami tetap membuntutinya sambil meminta kembali untuk
meluangkan waktunya mendengarkan pertanyaan kami. Ia duduk menghadap kertas-kertas
di atas mejanya sambil mencoret sana-sini. Yang jelas sih, kertas-kertas di
atas meja itu terlihat lebih penting dari wajah dua mahasiswi yang saat itu ada
berdiri di hadapan beliau.
Tak diduga akhirnya Pak Samsul menerima kami meskipun dengan jawaban ketus dan
menanyakan kepada kami apa yang ingin ditanyakan. Saya langsung mengambil handphone yang tadi saya pinjam dari teman untuk merekam suara indah Pak Samsul. Di sinilah awal
mulanya. Sebut saja namanya Bu Uri (bukan nama asli). Bu Uri tiba-tiba
saja masuk ke ruangan itu dan langsung berbincang dengan Pak Samsul. Kami diberi
kacang ketika itu. Eh, maksudnya dikacangin..
Ketika mengajukan pertanyaan di awal, sambil masih menghadap kertas-kertas yang bertumpuk di mejanya, Pak Samsul menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Akan tetapi saya tak terlalu serius memerhatikan jawabannya ketika itu. Hal itu karena saya ingin merekam suara indah Pak Samsul dengan handphone pinjaman itu. Tapi, itulah awal mula kisah memalukan ini. Saya lupa kode akses handphone yang saya genggam itu apa. Akhirnya saya lebih serius memerhatikan itu handphone daripada si Bapak. Maaf, Pak.
Belum selesai dengan main coba-coba kode di handphone itu, eh, Pak Samsul udah selesai ngomong. Teman saya yang ada tepat berada di samping saya tidak menunjukkan
gerak gerik untuk menanggapi jawaban dari si Bapak. Meski saya tidak tahu akan bertanya apa. Akhirnya mulut saya berbicara sendiri mengeluarkan sebuah
pertanyaan kepada Pak Samsul. Aduh mama sayange, tiba-tiba saja Bu Uri berwajah aneh sambil memandang saya. Saya bermuka polos saja. Emang ada yang salah dengan pertanyaan saya? (saya lupa pertanyaan saya apa ketika itu).
"Kan
tadi sudah dijawab, eehh.. eehh.. Gimana sih! Kamu ngerti gak sih sama apa yang kamu tanyakan itu?" Jleb… Aduh... emang tadi nanya
apaan?
"Ya, bu! Maksud saya...," entah saya menjawab apa saat itu. Sembari berpikir, eh, iya,ya! Saya
langsung konek kalau pertanyaan yang saya ajukan itu sudah terjawab di kalimat
Pak Samsul tadi. Aduh.. Malunya pakai banget!!! Bukan apa-apa. Masalahnya, Bu Uri
itu, orangnya seingat saya sering cerita-cerita ke banyak orang. Halaaah…
Ada saat dimana kita merasa begitu bodohnya di hadapan seseorang. Dan hari itu
saya melakukannya. Tapi bukan di hadapan seseorang, Dua orang + teman saya
jadinya tiga orang. Nasib, nasib! Sabar, Nak! Lain kali kalau mau liputan, pecahkan
saja handphonenya, biar ramai! Sabaaar, sabar! Di saat seperti itu, saya merasa ingin lari ke hutan. Tapi saya lupa ternyata tidak ada hutan terdekat di kampus ini.
Entah
pada detik keberapa saya akhirnya melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu.
Sepanjang jalan, saya merutuki diri karena lebih memilih mengurusi alat
elektronik yang pada akhirnya tidak banyak membantu saya. Sejak hari itu, saya
SANGAT berharap tidak dipertemukan dengan kedua orang penting tersebut dalam waktu
dekat.
Hal pertama
yang ingin saya lakukan saat itu adalah pakai masker. Halah... Hari itu saya benar-benar merasa menjadi manusia paling bodoh sekampus. Pikiran
saya berkelana ke hari-hari selanjutnya. Setiap hari saya harus melewati dua
ruangan orang penting itu ketika akan kuliah. Luar biasa!
Tapi,
untungnya itu sudah berlalu. Lumayanlah kejadian itu membuat saya belajar. Hehe…
Biar di kemudian hari ketika bertemu dengan orang-orang penting lainnya saya
tak seperti itu lagi. Jika bertemu dengan Bu Uri, saya masih saja mengingat kembali
kejadian memalukan itu. Sudah, itu saja!
Terima
kasih sudah mau membaca.
#Day4
#7DayKF