Kabar itu datang dari dia yang berkata tentang
cinta ketika itu. Saya bertemu tanpa sengaja di lantai bawah gedung
D. Ketika itu Saya baru keluar dari kelas filsafat sedangkan Ia akan masuk
kelas. Kami berpelukan layaknya teletabies cukup lama untuk memeras rindu.
Kemudian terlebih dahulu Saya menyalami tangannya atau dia ya? Saya lupa.
Wajahnya mengatakan ada yang ingin Saya
sampaikan padamu, batin Saya. Di wajah teduh itu Saya temukan guratan
kekhawatiran sekaligus sebuah kegembiraan yang akan dibaginya kepada Saya. Tapi
entah apa, Saya belum tahu. Hingga seorang temannya mengutarakan "hal
itu" karena ia merasa belum saatnya membicarakannya. Ternyata, Dia, yang
ketika itu Saya ceritakan berbicara tentang cinta, berencana hijrah ke luar
pulau.
Ketika itu Saya langsung kaget dan entah akan
berkata apa kepadanya. Yang muncul adalah rasa senang, sedih..? dan semua rasa
sepertinya berkecamuk menjadi satu. Tapi satu rasa yang Saya tunjukkan, ikut
berbahagia atas kabar itu.
"Hijrah".
Itu yang Saya tangkap. Bagaimana sebuah hijrah
mampu membuat sesuatu yang baik menjadi lebih baik. Entah karena alasan apa
keinginannya untuk berencana hijrah tahun depan itu. Saya belum sempat
berbicang banyak tentang hal ini. Tapi, yang Saya yakini dari dulu hingga saat
ini bahwa Ia berjalan atas dasar kehendaknya. Bukan atas siapa-siapa. Ia adalah
apa yang ia yakini. Dari hal itu pun Saya sudah dapat mengambil gambaran
bagaimana kemauannya yang kuat untuk menjangkau kebenaran dari keyakinannya itu.
Hal itu pula yang membuat Saya merasa hingga saat
ini entah apa yang Saya cari. Orang-orang di sekitar Saya, Saya rasa telah
mendahului Saya untuk menjangkau kebaikan itu. Sedangkan Saya? sedikitpun tak
ada yang berubah dari diri Saya. Entahlah… Rasanya Saya selalu konsisten dengan
ketidakkonsistenan itu. Begitulah yang Saya baca.
Ketika akan menuju UPT Perpustakaan ketika itu,
Saya mengingat kembali tentang rencana kepindahannya. Banyak hal yang
berkecamuk dalam diri dan sepertinya hingga saat ini. Salah satunya adalah
mempertanyakan kembali keputusan-keputusan yang telah Saya ambil.
Apakah dalam memilih jurusan
ini, Saya memang benar-benar memilihnya sebagai keputusan final? Ataukah ini
hanya sekadar keputusan pelarian/sampingan semata?
Apa keluar dari zona yang kita
geluti saat ini akan membuat hati kita menikmati bagaimana perjalanan hidup ini?
Apa menjadi apa yang kita
inginkan itu berbeda dengan apa yang kita senangi?
Jika pun sebuah hijrah akan
memunculkan kebaikan yang lebih besar dari sebelumnya, maka seorang yang
berhijrah harus siap menanggung konsekuensi dari "hijrah" itu
sendiri. Karena itu, sesorang yang berhijrah adalah mereka yang berjiwa
kuat, tabah dan pemberani.
Dari keputusan yang diambilnya, Saya kemudian
menemukan bahwa berhijrah baginya bukan sebagai bentuk pelarian diri dari
rutinitas kampus hari ini, tapi lebih kepada orientasinya ke depan. Itu yang
Saya lihat. Apalagi jika keputusan hijrah ini membuat orang-orang di sekitarnya
merasa senang dengan hal itu, Saya pun turut senang dan mendukung keputusan ini.
Jika mengingat keputusannya itu Saya merasa agak
sedih. Karena seperti kehilangan seseorang yang akan pergi sangat jauh. Huh!
Mungkin rasa sedih Saya belum bisa dianggap kesedihan jika dibanding dengan
perasaan orang tuanya. Apalagi seorang anak perempuan yang pergi menununtut
ilmu di tempat yang jauh.
Saya jadi ingat kalimat Imam Syafi'I
rahimahullah, yang dijadikan pembuka dalam novel Negeri 5 Menara.
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di
kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri
orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari
kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah
lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena diamnya yang
tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak ia akan
keruh dan menggenang
Singa jika tak meninggalkan sarangnya tak akan
mendapat mangsa
Anak panah jika tidak dilepaskan dari busurnya
tak akan kena sasarannya
Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan
terus ia diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan
memandangnya
Biji emas bagaikan tanah biasa tak berguna
sebelum digali dari tambangnya
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika
ia masih dalam hutan tak diolah
#turut
andil pula Ost dari film IP Man ‘lost’ (nangis-nangis dah ente, Jik!). hehehe…