It's Time to Let Her Go!

Ribuan malaikat
menjejakkan sayap pada tiap jengkal do'a-do'a kudus yang terpanjat

Ketika ikrar terucap, saat itu pula
pundak tegap itu mendapati tak hanya dirinya disana
tapi telah hadir pundak lain yang 'kan bersandar

Ribuan malaikat turun
menyaksikan patrian janji seorang lelaki
mencatat dan mengamini
setiap isyarat do'a kepada Ia, yang berjanji dan Ia, yang dijanjikan

Ribuan malaikat turun saat ini
Sayapnya masih mengawang di angkasa cinta

Ketika itu,
Sang lelaki
Menyaksikan dirinya memeluk teguh

Janji yang 'kan ia labuhkan dalam perahu rumah tangga bersama sang wanita...
Janji yang diretaskan sang ayah padanya

Hari ini,
Ribuan malaikat menyerbu naik
kembali
pada peraduannya.

Kami tiba disana. Kulihat Ia dalam balutan serba putih. Itulah mengapa Ia meminta aku dan Jeng Pie menggunakan atasan putih. Wajahku semula ingin kusetel dengan sedemikian hingga agar nuansa kebahagiaan itu mengalir perlahan hingga akhir. Tapi memang begitulah adanya wajah ini. Datar tanpa ekspresi.
Kami lalu melihat beberapa temannya yang lebih dulu hadir. Lanjut! Yang ditunggu-tunggu tiba. Prosesi akad nikah.

Segala ingatan tentang kata “akad” bermunculan dari kepala ini. Slide-slide peristiwa ketika Pak Wahyudi menjelaskan dengan syahdu bahwa, 
ketika prosesi akad nikah, maka di tempat itu malaikat berduyun-duyun turun untuk mendoakan sang pasangan pengantin. Di tempat itu, di waktu itu, sebuah acara sakral yang syahdu terjadi. Sebuah prosesi perpindahan tanggung jawab dari seorang ayah kepada lelaki pilihan yang siap memeluk teguh itu.

Ketika bapak menjabat tangan lelaki itu, ingin rasanya kutumpahkan semua air mata yang ada. Entah bagaimana suasana hati bapak saat itu, aku tak tahu, tak ada yang tahu, yang mengira-ngira isi hati mungkin banyak.
Memang takdir tak tertebak. Rencana Allah adalah kesempurnaan. Hanya saja manusia yang tak paham dibalik rencanaNya.  Yeah, akhirnya lu dapat pendamping juga ya Ma! Barakallahulakuma!
Gimana perasaan ente, Jik? 
Whaaa... I can explain it. But… rasanya belom kerasa aja. Dan apa yah.... aneh saja meninggalkan saudara sendiri di tempat orang lain. Hehehe...
"Now, I understand what do you feel, Yen!"
  
Lalu saya berfikir dan mungkin lebih tepatnya mengingati puisi terakhir dari Rendra
Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku

Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"
(Puisi terakhir Rendra yang dituliskannya diatas ranjang RS sesaat sebelum wafat)

Dari kata-kata Rendra itu, Saya mencoba mengingatkan diri saya yang begitu sombong…

Kita terlampau sering menangisi apa yang telah hilang dari tangan kita. Padahal apa yang kita genggam sesaat lalu adalah hanya titipanNya semata. Jiwa ini pun sekedar tempat kita bernaung. Hanya masalah waktu yang menjadi jawaban kapan masanya titipan itu kan pergi, menjauh dan kembali kepada pemiliknya.

Barakallahulakuma wa Baraka alaikuma wa jama’a bainakuma fil khair
“Semoga Allah memberi berkah kepadamu & keberkahan atas pernikahan kamu, & mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Pengagum sosok Ayah, Ibu dan Ilalang. Masih belajar untuk menjadi setangguh ilalang. Manusia yang berharap Tuhan memeluk mimpi-mimpinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak dengan memberikan komentar...