Beberapa
waktu lalu, saya sempat membuka facebook dan mendapati hal
yang cukup membahagiakan untuk beberapa orang termasuk saya. Sebelumnya saya
telah menulis mengenai Pada
Akhirnya, Penumpang Tetaplah Seorang Penumpang (Jilid I). Di tulisan itu
saya menulis sedikit kekecewaan saya terhadap seorang senior yang sejak dulu
saya kagumi dan karena satu hal membuat saya agak kecewa dengannya.
Pada tulisan itu saya menulis bahwa ia
membebaskan kepalanya dari helaian kain bernama hijab. Alasannya tersebab
humanisme seingat saya ketika itu. Dan hal terakhir yang saya ingat darinya
adalah keputusannya itu tidak permanen alias besar kemungkinan akan berubah.
Akhirnya, beberapa waktu di bulan puasa lalu,
seorang kawan penghuni tetap sekret berpapasan dengannya, tapi mereka tak
saling lihat ketika itu. Kata kawan itu, Ia kini kembali berhijab. Saya yang
mendengar informasi itu, pasang muka excited gittuhh… Ya
iyalah… gimana kagak, coba… Memang, rahasia masa depan mah siapa
yang tahu coba? Dan ternyata informasi itu berlanjut dengan ditemukannya bukti
otentik di beranda facebook saya. Alhamdulillah, bukan hoax..
Ia berhijab lagi. ^_^
Mungkin bagi beberapa kalangan, menanggalkan
hijab, jilbab dkk lalu memasangnya kembali pada kepala yang sama adalah perkara
lumrah. “Yang begituan mah, biasa! Udahlah, toh banyak pula perempuan yang bongkar-pasang
hijab dan tanpa malu melakukannya di tengah masyarakat, kayak seleb-seleb
ramadaniyyun gitulah… gak ngaruh buat orang,"
Masalahnya bukan itu. Saya tahu pula itu. Perihal
sosok yang satu ini, Ia adalah perempuan yang saya kenal dan cukup saya kenal.
Jelas dan saya tahu Ia bukan tipe manusia yang berani berbuat tidak berani
bertanggungjawab. Baiklah, penilaian saya mungkin salah, tapi untuk perempuan
yang satu ini, saya tak bisa pungkiri bukan hal biasa ia melakukan hal
(menanggalkan hijab) yang bagi saya cukup mustahil untuk dilakukannya.
Terlepas dari tanda tanya (yang diperlihatkan Aan
Mansyur, halaah) yang sejak lama sempat mengganggu itu, saya benar-benar
berbahagia. Bahagia karena saudara seiman, sebangsa dan setanah air itu dapat
kembali mengenakan hijabnya. Bukan pula saya memilih pertemanan dengan alasan
hijabnya, bukan. Ini hanya seperti nilai plus dalam pertemananlah, kira-kira.
Yang punya kesamaan tersendiri dengan teman dalam satu geng biasanya lebih
dekat, kan? Yah, semacam itulah, meski saya bisa dikatakan bukanlah termasuk
mayoritas orang terdekat perempuan ketjeh ini. Jelas ada
kebahagiaan tersendiri, ketika sesama saudara—apalagi seiman, dapat taat pada
perintahNya dengan segala taat. Allahu akbar! Laa haula walaa quwwata illa billah…
Dengan sepenuh hati saya memohon kepada Allah
agar Ia, saya dan muslimah lain dilimpahkan karunia berupa keistiqomahan dalam
berjilbab, Aamiin. Sehingga kelak, jilbab yang hari ini kita kenakan dengan
bangga karena alasan tunduk dan taat karena Allah, akan bersaksi di hadapanNya
dengan bangga pula. Dibela sama jilbab sendiri. Kurang luar biasa apalagi coba?
Hehe…
Jadi, sudahlah…
Ketaatan kepada Allah tidak ada ruginya, malah
dapat bonus. Jujur, hati saya benar-benar bahagia, sebahagia foto Mbak berjilbab
merah yang ingin saya peluk itu. Saya hanya ingin melihat hari ini, ketika
sosoknya kembali membuat kami ingin memeluknya, rindu dengan kalimatnya yang
selalu on fire, rindu sama semuanya. Hihihi, kagak pernah
ketemu yang lamaaa sama Mbak yang satu ini…
Jadi, sudahlah…
Benarlah, bahwa penumpang tetaplah seorang
penumpang. Ia tak bisa meminta seenak hati kepada si yang punya kendaraan.
Namanya aja penumpang, ya berarti cuman numpang. Gak punya hak buat
ngatur-ngatur yang empunya. Lah, mending penumpangnya bayar,
lah ini kagak. Mintanya pake nyolot lagi!
Hahaha… Pun sebenarnya kita semua adalah penumpang sejatinya. Allah yang punya
bumi, Allah yang punya langit, lah kita? Sok-sokan pengen
mengubah seorang hamba Allah menjadi lebih baik. Ngaca aja dulu!
Diri sendiri udah baik belum, Jik? Makanya jangan make up muka
aja yang diliatin! Make up hati, perlu juga, kali! hehehe… Manggut-manggut
ajeh…
Apapun alasan seseorang yang tengah berbuat
kebaikan hari ini, tetaplah ingat bahwa perihal kebaikan, kita harus menilai
seseorang dari kavernya. Please, jangan mencoba untuk mengungkit
keburukan atau kesalahan masa lalu seseorang dengan tujuan menjatuhkan.
Cukuplah keburukan maupun kesalahan itu menjadi pelajaran untuk kita agar terus
berbenah diri dan mengharap istiqomah di jalan Allah. Kita aje banyak
aib, mau main buka aib orang… Penumpang, penumpang!!
Sejatinya, kita semua sedang hijrah. Hijrah dari
satu keburukan kepada satu kebaikan. Jadi, biar kita kagak bangkrut, ya
janganlah selangkah kebaikan yang kita lakukan, kita balas dengan dengan
selangkah keburukan di depannya. Itu mah amblas namanya. Bangkrut, euy!
Banyak yang ingin saya ceritakan sebenarnya.
Mengenai minggu-minggu tersulit di semester ini dan beberapa kejutan luar biasa
di sela-selanya. Tapi, ya sudahlah… ini pun bersyukur dapat angen nulis dan
selesai. Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum…