Sekarang udah Mei aja.
Tapi tulisan ini mengisahkan perjalanan dua bulan yang lalu. Karena sekarang
ada mood buat nulis sekaligus paksaan dari dalam diri untuk menuangkannya dalam
tulisan. Iya kan??? Hehehe… 18-21 Maret 2016. An impressive moment!
BEYOND ACCESS! 2016
Beberapa waktu yang lalu
saya mengikuti acara Beyond Access!. Acara ini bisa dikatakan merupakan reuni
para alumni Access. Access merupakan Microscholarship untuk mereka yang masih
di bangku sekolah menengah atas atau sederajat berusia 18-25 tahun di berbagai
daerah termasuk Timor Leste. Microsholarship ini dipayungi oleh Regional
English Language Office (RELO)U.S. Embassy.
Program ini diberikan selama kurang
lebih dua tahun (empat semester).Dalam program ini, kami mempelajari segala hal
terkait Amerika Serikat. Belajar bahasanya, budayanya dan banyak hal lain
tentang Amerika. Hal menarik yang sering kami temui adalah kami bukan hanya
diajarkan berbagai teori lewat buku, audio, video tetapi terkadang, bule
aslinya sering datang mengajari kami langsung. Kegiatan ini bisa
dikatakan hampir sama seperti les bahasa Inggris pada umumnya namun bedanya
yang seperti saya ungkapkan di atas. Kegiatan-kegiatan indoor maupun outdoor
yang sangat menyenangkan.
Ketika masih duduk di bangku Madrasah Aliyah (MA), saya cukup beruntung mendapatkan Access
Microscholarship yang diselenggarakan oleh U.S. Embassy yang bekerja sama
dengan Lembaga Bahasa Internasional (LBI) Universitas Indonesia (UI) meskipun belum cukup lama Saya masuk dalam Microscholarship ini. Untuk Access Mataram,
digawangi oleh UPT Pusat Bahasa, Universitas Mataram. Oleh karena itu, kegiatan
belajar bahasa Inggris dilaksanakan di UPT Pubah.
Ketika mendapatkan
e-mail bahwa saya dapat ikut dalam kegiatan Beyond Access!, di satu sisi
hal-hal menyenangkan dan menggembirakan selama belajar di Access kembali
terbayang dan saya yakin akan kembali terulang. Namun, di sisi lain, ternyata
tak semua teman-teman Access Mataram dapat mengikuti kegiatan ini. Untuk Access
Mataram, hanya ada empat dari sekitar dua puluhan Access yang lolos
pendaftaran. Ibu Jenn, sebagai Regional English Language Officer (RELO)
mengatakan, mereka sangat ingin mengundang semuanya namun tentu saja tak
mungkin semua alumni dapat hadir. Oleh karena itu, kami yang berkesempatan
hadir diminta untuk membagikan pengalaman kami selama mengikuti Beyond Access!
Ini dia sedikit kisahnya.
Pergi Untuk Kembali
|
Gambar dari akun facebook salah satu peserta BEYOND ACCESS! |
Jum'at, 18 Maret,
sekitar pukul 6.00 pagi langit Lombok masih cukup gelap. Deru mesin pesawat
sedari tadi membuat gaduh. Saya dan orang-orang lainnya bergerak memasuki badan
burung bermesin itu.
Kekatro'an saya diuji
sejak berada di bandara Lombok (BIL) hingga pulang kembali. Untung saja insting
kebutuhan dasar manusia membawa saya cepat beradaptasi dengan lingkungan. Yah,
nggak katro'-katro' amatlah ketika di bandara, hotel, dan tempat yang Saya kunjungi
karena Saya sebenarnya sudah mendapat pembekalan dari Pak Tutor (Bapak) haha…
Saya duduk di sisi
jendela sebelah kanan pesawat, dan itu cukup melegakan. Perlahan persawahan di
sekitar area bandara, rumah-rumah, pepohonan besar, deretan lampu-lampu jalan
yang masih menyala terus mengecil dari pandangan mata. Matahari mulai menyuar.
Satu dua kali saya coba mengintip jendela pesawat mencoba menghilangkan
kejenuhan selama hampir dua jam perjalanan (maklum, untuk pertama kalinya saya
pergi ke luar daerah dengan pesawat terbang).
Saya dan teman-teman
tiba di Soetta sekitar pukul 7.00 WIB. Cukup lama menunggu jemputan dari pihak
Access, mungkin hampir lima belas menit kemudian kami didatangi oleh lelaki
yang ternyata bernama pak Memen. Beliau yang mengantar kami ke hotel (plus
mencarikan kami tempat makan, terima kasih, Pak!).
Pemuda-Pemuda Penuh
Inspirasi
|
Sesi Shark Tank |
Pukul 16.00 kami
berkumpul di ball room hotel dan acara pun dimulai. Satu persatu wajah-wajah
baru muncul. Peserta dari daerah Jakarta dan Bangkalan menjadi yang paling
banyak berpartisipasi dalam acara ini.
Kegiatan ini diisi
dengan Workshop dari empat anak muda yang membuat berbagai kegiatan bermanfaat
untuk lingkungan mereka. Salah satunya adalah Kak Pandu, ia adalah penggagas
Code For Bandung, sebuah komunitas yang berguna untuk membuat aplikasi untuk menyelesaikan
permasalahan kota Bandung dengan bekerjasama dengan pemerintah kota Bandung
sekaligus melakukan sosialisasinya sebagai alat partisipasi masyarakat. (semoga
benar yang saya pahamin. hehe)
Lalu ada Mbak Herlin dari UI dengan English Art Labnya, dan pemuda
inspiratif lainnya yang juga menyampaikan aksi peduli mereka terhadap
masyarakat.Saya lupa satu program terakhir yang dibuat oleh dua pemuda (maaf saya lupa namanya)—Map berisi
dokumen-dokumen terkait acara Beyond Access! ini tertinggal di pesawat dan
hingga kini lenyap tak berbekas meski sudah diupayakan dengan berbagai usaha (kisah
ini ada ceritanya sendiri, kapan-kapan saya ceritakan). Rezeki tak akan kemana.
Biarlah jadi pelajaran saja. Aiihh, inget ini ngerasa.. Ah, biarlah..
Ikhlaskan, let it go! Let it go!....
What is Our Project?
|
Diskusi mengenai Project |
Setelah mendapat
berbagai inspirasi mengenai komunitas-komunitas yang menarik itu, saatnya kami
mencoba mempraktekkan hal yang serupa seperti mereka. Menuangkan ide di benak
kami masing-masing untuk melakukan aksi nyata bagi lingkungan sekitar. Pada
sesi ini saya agak gimana ya…
Ketika itu kami diberikan berbagai tema untuk
menuangkan ide-ide brilian kami. Ciee.. Rencananya ketika itu saya akan memilih
tema teaching and education, namun karena satu kelompok telah ditentukan
jumlahnya, dan tema itu sudah penuh jadilah saya pergi ke kelompok lain yang
masih kekurangan personil. Dan di sana saya sekelompok sama Husniati. Aduh,
kenapa satu kelompok sih kita yang dari Lombok. Tapi tak apalah… yah, pada
akhirnya kelompok kami membuat gagasan mengenai aksi anak-anak sekolah dasar
untuk mengumpulkan sampah plastik dari makanan yang mereka konsumsi. Konsep ini
bisa dikatakan mirip dengan bank sampah. Atas usulan si anak Jakarta itu (saya
lupa namannya) kami akhirnya sepakat, Tricky Trash, that is our project name. hahaha… Meskipun kagak juara sih, yang penting sudah mencoba.
It's Time to Dinner
|
Mirip Tom Cruise bukan? |
Intinya kegiatan selama
empat hari tiga malam itu sangat luar biasa itu sangat menyenangkan,
menginspirasi, luar biasa apalagi ditutup dengan dinner invitation di rumah
Duta besar Amerika Serikat di Jakarta. Wiihh, kapan lagi bisa makan di rumah
Dubes, gratis pula.
Jarak dari hotel ke
kediaman U.S Deputy Chief of Mission (Wakil Duta Besar Amerika Serikat), Brian
McFeeters (Mirip Tom Cruise ya?). Sebenarnya tak jauh tapi karena ketika itu
jalanan cukup macet jadinya setengah sampai satu jam kami lewati di jalan.
Lokasinya di daerah Menteng. Dekat Taman Suropati seingat saya.
Hal yang cukup
melelahkan pula adalah, untuk masuk ke rumah Dubes pun ada petugas yang
mengabsen kami satu per satu sesuai abjad untuk masuk. Dan satu bis kalau tak
salah berisi hampir empat puluhan. Jadi mekanisme masuknya itu begini, kami kan
datang dengan dua bis. Setiap bis ada satu petugas yang bertugas mengecek satu
per satu yang masuk. Jadi, yang dipanggil namanya langsung turun dan masuk ke
dalam. Parahnya adalah, nama saya diawali huruf W. Meskipun cukup lama hingga
ac bis itu membuat saya hampir mau muntah. Tapi memang begitu mekanismenya kali
ya. Jelaslah, yang mau dikunjungi kan rumah Wakil Dubes.
Pas baru masuk, yang
lain pada udah santai-santai aja, pada selfie, ehehehe… kita baru buka pintu.
Hoho.. Rumahnya luar biasa. Indah! ^_^ Klasik-klasik gimana gitu… yang paling
ditunggu-tunggu dan butuh perjuangan karena pakai antrean adalah Es Krimnya.
heheehhe…terima kasih.
Sepertinya hanya itu
yang dapat saya bagikan untuk kau, Lang! Agaknya banyak yang bisa saya
ceritakan namun entah agak sulit untuk dituangkan ke alam tulisan. Mohon maaf
jika terdapat kesalahan...
Oh iya, Mr. Catur upload foto-foto lainnya di Flickr.
Silakan dikunjungi...
#BeyondACCESS!2016