Kembali Pulang; Catatan Akhir Mahasiswa PPL


Meringkas Perjalanan
Seharusnya saya menuliskan jejak awal keberangkatan saya yang kemudian berlanjut pada proses perjalanan hingga bagaimana saya berakhir di tempat ini. Banyak yang terlewatkan dari tinta-tinta pena daring untuk episode kehidupan mahasiswa keguruan yang satu ini. Terlalu banyak. Hal itu cukup menyesakkan sebab seharusnya saya akan begitu banyak mengenang berbagai hal tentang sekolah ini, SMP Negeri 15 Mataram (Spenlibels).
Bagi mereka yang telah, sedang, dan akan menceburkan diri menjadi mahasiswa keguruan tentu melewati sebuah jalan yang seakan tanpa ujung (jika tak dinikmati). Jalan itu bernama Praktek Pengalaman Lapangan (PPL). Jalan yang  terjal dan penuh cobaan, bagi saya. Terlebih pada awal-awal saya melewati jalan itu bersama kawan seperjuangan namun ternyata di ujung jalan, hanya ada saya seorang di sana. Kenyataan yang seharusnya bisa saya cegah, namun takdir Tuhan telah lebih dahulu menggarisnya (Kangen Herlan).
Banyak aral yang telah saya temui, dan hal yang terasa cukup menyesakkan adalah ketika harus menyelesaikan sendiri segala urusan. Di saat teman yang lain menyelesaikannya dengan teman satu program studi, saya harus bertahan dengan solo karir saya. Bantuan yang ada hanya berupa reminder, pertolongan P3K, dan beberapa bantuan ringan lainnya. Untuk pengerjaan laporan akhir PPL, lampiran-lampiran yang bisa dikerjakan bersama teman satu program studi sudah tak mungkin dilakukan. Kawan terbaik saya telah pulang lebih dahulu mengambil jalan memutar. Ia urung melewati jalan ini tersebab banyak hal.
Berdiskusi bersama guru pamong dengan kedisiplinan yang sungguh tinggi membuat saya seringkali merasa sungguh 'spesial' dari teman-teman lain. Saya harus bisa seperti rexona, setia setiap saat. Terkadang, bahkan sering saya merasa iri dengan teman-teman lain. Saya harus berkutat sendiri, memahami kesalahan saya di kelas apa sendiri, memahami banyak hal sendiri dan jelas mengajar pun sendiri. Teman-teman lain biasanya jarang diminta ini dan itu bahkan mereka ada yang jarang diminta mengajar.
Hal lain yang membuat saya sering ingin menangis adalah teman-teman lain tak pernah kesulitan untuk dapat izin pergi ke kampus. Berbeda dengan saya yang harus setia menjadi warga sekolah yang baik. Seringkali ketika saya ingin meminta izin ke pamong untuk acara kampus atau ada hal yang harus diurus di kampus, izin cukup sulit saya dapatkan. Sering pula saya hanya bisa mengelus dada ketika teman yang lain tidak hadir ke sekolah karena tak ada jam mengajar sedangkan saya harus tetap diam di sekolah tanpa tahu akan berbuat apa. Cari sinyal wifi, sih iya.
Akan tetapi, sedih punya masanya masing-masing. Bahagia pun silih berganti. Saya bersyukur diberikan pamong yang sangat disiplin. Keteledoran saya, kesalahan-kesalahan saya selama PPL dapat saya jadikan hikmah untuk bisa memperbaiki banyak hal untuk bisa lebih baik lagi.


Pengalaman adalah Guru yang Paling Baik
Menjadi guru sejatinya adalah menjadi seorang panutan. Ia digugu dan ditiru. Hal itu mengharuskan seorang guru mengisi kantong ilmunya sebanyak mungkin. Itulah sebabnya menjadi guru adalah menjadi siswa. Guru adalah yang paling peka untuk tahu banyak hal. Sebab ilmu itu terus berkembang. Segala perubahan zaman harus disikapi dengan bijak.
Banyak kejadian yang ternyata selama ini, tak pernah saya sadari maksudnya. Omelan-omelan dari Kordinator PPL kami yang ternyata tulus sebagai bentuk cintanya pada kami, nasihat-nasihat beliau yang belum pernah kami lihat tak salah. Banyak hal lain yang di benak kami tak pernah terpikirkan, kami masih berpikir terlalu instan, terlalu pendek. Hal itulah yang sepertinya membuat kami banyak melakukan kekhilafan berlebih di sekolah ini.
Acara penarikan Rabu (13/12) lalu memberikan banyak pelajaran kepada saya dan teman-teman. Banyak hal yang membuat kami merasa satu semester ini adalah pengalaman terbaik kami. Kesan paling indah di tempat ini sungguh luar biasa, tak ada kekata yang bisa meluapkan perasaan kami satu per satu.


Usai seremonial penarikan itu, kami menyalami satu per satu tangan mulia para penyambung ilmu itu. Sambil terus berucap maaf, mata saya seakan mengajukan dirinya saja yang berbicara. Untung saja saya bisa menahan tetes hangatnya. Ia perlahan ingin mengalir di sudut mata tetapi ada yang menahannya di sana, malu. Seorang kawan sudah tak mampu menahannya, Ia tumpahkan saja di tengah ruangan itu sambil memeluk salah seorang ibu guru muda yang selalu tersenyum itu.
Saya? Langsung ke kamar mandi seusai acara salam-salaman itu. Pamong saya tak dapat hadir saat itu, Ia ada pertemuan di gereja beserta anak-anak yatim. Saya tak bisa berkata apa-apa. Padahal saya sangat ingin berfoto bersamanya seperti yang dilakukan teman-teman lain. Akan tetapi, ia selalu saya temui dalam keadaan sibuk. Saya takut membuang-buang waktunya hanya untuk berfoto. 
Saya memberikan kado yang telah saya simpan selama tiga atau empat hari sebelum hari penarikan. Air mata saya sempat ingin menunjukkan dirinya di hadapan beliau tapi saya memintanya untuk menunjukannya kepada saya saja.
Yah, pada akhirnya tulisan ini sebagai pengingat bahwa saya pernah menjejak bersama "dunia nyata pendidikan" lewat jalan panjang bernama PPL. Banyak catatan yang saya dan teman-teman dapatkan. Jika kami diharuskan menulis agenda harian setiap hari dan harus dilampirkan ke dalam laporan PPL, maka seharusnya kami sudah bisa membuat sebuah buku "Catatan Akhir Mahasiswa PPL"….
Pengalaman akan selalu menjadi guru yang paling baik dan mungkin, menjadi guru adalah pengalaman yang terbaik. Hehehe... Pengalaman PPL di SMP Negeri 15 ini adalah hal terbaik yang bisa saya syukuri. Bertemu dengan banyak sosok hebat menjadikan saya harus terus merasa lapar. Lapar akan pengalaman dan ilmu.
Terima kasih kepada Bapak Kepala Sekolah, Bapak Ibu guru, staf, para siswa/i atas pengalaman berharga yang penuh hikmah. Maaf karena terlalu banyak khilaf, maaf karena seringkali tak peka dengan keadaan sekolah. Maaf karena terlalu merepotkan sekolah.
Terima kasih sudah mau menerima kami dengan segala keterbatasan kami.
Semoga kebaikan seluruh civitas SMP Negeri 15 Mataram menjadi kebaikan tersendiri bagi kemajuan sekolah. Aamiin


#CatatanAkhirPPL, #Spenlibel, #SMPN15Mataram, #TimetoGoHome,Son

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Pengagum sosok Ayah, Ibu dan Ilalang. Masih belajar untuk menjadi setangguh ilalang. Manusia yang berharap Tuhan memeluk mimpi-mimpinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak dengan memberikan komentar...