Generasi Pembelajar, Generasi Pembalas Budi Untuk Pertiwi

(sekerat kisah dari episode Mata Najwa goes to Netherlands)



Tanah airku tidak kulupakan
‘kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak ‘kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau kuhargai




Apa rasanya mendengar dan menyenandungkan lagu kebangsaan ketika kita tengah berada di tanah asing. Belanda, misalnya. Mata Najwa melakukannya beberapa waktu yang lalu. Di sebuah aula yang cukup besar, gauungan suara menyayat rindu dari para peneguk ilmu di tanah Netherlands menyeruak seketika. 
Kerumuman mahasiswa asal Indonesia, beberapa wajah asing, tiga pembicara hebat yang duduk di atas panggung, dan tak terkecuali sang tuan rumah penuh haru menggemakan rindu untuk pertiwi. Hari itu, kerinduan akan rumah (baca: Indonesia) begitu terasa di panggung Mata Najwa Goes To Netherlands.
Pasti akan berbeda ketika lagu itu terdendang di atas tanah pertiwi. Kau kira apa yang membedakannya? Rasa. Sama seperti ketika memakan pelecing kangkung di tanah Lombok dan memakannya di tanah Belanda. Pelecing yang biasanya selalu dekat dengan rumah kini punya rasa yang berbeda, ada rasa baru yang muncul ketika pelecing kangkung dimakan di tepian aliran sungai kampung terapung di Belanda. Hehe.. Buat yang lagi jadi peneguk ilmu di luar negeri, saya cukup yakin untuk memastikan kalian pada nangis-nangis pas nonton. Recommended dah buat kalian… Te, wajib nonton! Haha..

Catatan Najwa malam itu menjawabnya. Ada atmosfir yang lain disana, iringan lagu lagu Tanah Airku yang digemakan di dalam ruangan itu meneguk rindu yang terlalu dalam. Ratusan manusia dengan mayoritas para perantau yang tengah meneguk ilmu berada di sana. Mereka mengharu biru mendapat kesempatan untuk merasakan rumah lewat cara yang tak biasa, menyanyikan lagu Tanah Airku karya Ibu Sud.
Siaran Mata Najwa malam itu (21/11) memang lain dari biasanya. Tiga tokoh penting tak tanggung-tanggung diboyong Najwa ke negeri Kincir Angin itu. Ridwan Kamil. Ganjar Pranowo dan Prof. Rhenald Kasali. Tema yang diangkat malam itu adalah “Generasi Pembelajar”. Agaknya tema yang sama sempat diangkat Mata Najwa sebelumnya, tapi entah kapan yang pasti pernah pakai tema itu. Baiklah.
Saya tak menyaksikan acara itu secara utuh. Kira-kira 10-15 menit setelah tayang barulah Ibu mindahin channel ke Metro TV. Saya sedang mengerjakan tugas Pak Sapiin kalau tak salah ketika itu. Mendengar suara khas Najwa, yah, apa daya… Langsung balik arah ke televisi. Cegrek… Ini dia yang ditunggu.. Edisi goes to Netherlands akhirnya tayang. Wajah sumringah ^_^.
Melihat dua wajah yang cukup sering diundang Najwa ke panggungnya, saya cukup yakin episode kali itu cukup menarik untuk ditonton di tambah lagi dengan satu tokoh yang sepertinya cukup terkenal tapi aku aja kali ya, yang belum tau namanya dan sekarang, jadi tau namanya. Hehe… His name is Prof. Rhenald, founder Rumah Perubahan. Tiga tokoh yang diundang di panggung Mata Najwa kali itu berbagi mengenai kisah belajar mereka hingga mampu menjadi seperti saat ini. Dari kisah yang mereka bagi, jelaslah bahwa konsep generasi pembelajar bagi mereka dimiliki oleh tipe manusia-manusia yang punya garis hidup yang keras.
Ganjar Pranowo, Gubernur Jateng bertahan dengan keinginannya untuk berkuliah meski dari kiri dan kanan olok-olok keluarga mengacuhkan kapasitas ekonomi keluarganya. Lihatlah bagaimana Ridwan Kamil bercerita mengenai dirinya yang pantang pulang ke Indonesia karena malu baru beberapa bulan di AS dan belum mapan. Lalu Prof. Rhenald yang pernah memiliki satu setel seragam dan setiap hari selalu dicuci oleh ibunya lalu dikeringkan di dekat lampu agar kering. 
Satu hal yang membuat mereka bisa berdiri dan diundang di atas panggung Mata Najwa saat itu adalah karena penghormatan mereka terhadap sosok ibu. Ridwan kamil selalu ingat dengan pesan-pesan dari ibunya. Satu yang saya ingat ketika ia menceritakan pesan mengenai cinta dari ibunya. Kira-kira bunyinya begini, "Ibu saya memberitahu kalau cinta itu ada 3. Cinta kepada Tuhan, kepada sesama dan kepada tanah air." See?
Yakinlah bahwa ibu adalah satu-satunya jawaban untuk kesuksesan hidup kita. Terlalu banyak kisah-kisah manusia sukses yang berhasil karena doa seorang ibu. Tak perlu kita pungkiri itu, dan saya sangat yakin itu. Agama pun mengajarkan hal itu. Semoga doa dan restu beliau yang tiada putus mampu melebarkan jalan kesuksesan kita di dunia dan akhirat. Pun kita, semoga selalu ingat bagaimana berbalas budi meski sekali pun tak pernah cukup isi dunia untuk menebus budinya.
Hal lain yang juga membuat mereka pantas berdiri dan berkisah mengenai hidup mereka di panggung itu adalah karena mereka benar-benar sadar akan status mereka sebagai generasi pembelajar. Mereka belajar dengan sungguh-sungguh dan penuh perjuangan. Mereka paham bahwa generasi pembelajar adalah generasi yang tak hanya duduk diam untuk meneguk ilmu namun dengan ilmu itu mereka mampu berbuat lebih untuk negeri, berbakti, membalas budi kepada ibu pertiwi. 
#MataNajwa, #MataNajwagoestoNetherlands, #GenerasiPembelajar, #RidwanKamil, #GanjarPranowo, #RhenaldKaasali

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Pengagum sosok Ayah, Ibu dan Ilalang. Masih belajar untuk menjadi setangguh ilalang. Manusia yang berharap Tuhan memeluk mimpi-mimpinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak dengan memberikan komentar...