Menyambangi Beranda Diri: Refleksi Sejenak


Terlalu banyak manusia hebat di sekitar kita. Perihal kita mengetahuinya atau tidak, itu hanya kita saja sebenarnya yang kurang peka pada sekitar. Kita terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri. Mereka terus melesat maju demi tercapainya prestasi diri. Penuh semangat, gairah, dan percaya diri sebagai wujud aktualisasi diri mereka sebagai sebuah proses kehidupan yang mesti dijalani.
Sering saya perhatikan, manusia hebat itu memiliki paling tidak satu hal yang mereka geluti. Misalnya saja seperti seorang teman yang memang benar-benar intens menikmati kegiatannya saat ini dalam sebuah komunitas yang aktif dalam menjaga lingkungan hidup. Selain memang merupakan mahasiswa pertanian, ia juga benar-benar eksklusif memberikan kontribusinya untuk lingkungan. Dan itu keren! Kurang keren apa coba kalau seseorang yang aktif dalam sebuah komunitas dan memberikan kontribusi nyatanya untuk negeri ini? Apalagi untuk kemaslahatan umat. Ah… semoga diriku mampu sepertimu, kawan.
Lalu saya beranjak menyambangi beranda kehidupan saya sendiri. Saya melihat sebuah cermin. Dalam cermin itu, saya melihat sosok saya yang tengah membersihkan cermin yang tampak buram itu. Seperti tak pernah dilap, banyak debu sisa aktivitas-aktivitas yang seringkali lupa untuk saya ambil saripatinya. Seakan-akan saya tak pernah selesai untuk membersihkannya.
Dan kini, saya merasa belum mampu menjadi manusia yang produktif seperti mereka, manusia hebat itu. Meskipun menjadi hal lumrah seorang manusia merasa iri atas prestasi lebih yang dimiliki manusia lainnya tapi tetap saja ada hal yang harus saya lakukan dalam hidup saya sebagai wujud aktualisasi diri untuk bergerak maju seperti mereka. Lah, sedangkan saya? Entahlah. Saya seakan tak pernah selesai dengan proses pencarian sebuah titik. Titik yang akan saya garisi dengan tinta secara perlahan untuk menjadi sebuah karya. Ingin menjadi ini, ingin menjadi itu.
Waktu seperti membuat saya terhempas gelombang lautan. Gelombang yang terus menerus menghantui saya untuk mendayung lebih jauh dan lebih jauh lagi. Melaju melewati lautan kehidupan yang sebenarnya. Terombang-ambing? Adalah kepastian dalam hidup, saya kira. Namun saat ini, untuk mendayung pun seperti tak pernah selesai bagi saya. Lalu apa yang selesai dari saya? Semoga bukan keberanian.
Namun hingga kini hati saya masih percaya dengan kalimat "Every child is special". Entah saya menggunakannya sebagai kamuflase penawar hati saja atau sebagai sebuah komitmen bahwa saya pun memiliki kemampuan juga yang mungkin belum terlihat saja (sebenarnya). Udah ah… Cocoknya mah lagu ballad yang ngiringin baca tulisan absurd ini…

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Pengagum sosok Ayah, Ibu dan Ilalang. Masih belajar untuk menjadi setangguh ilalang. Manusia yang berharap Tuhan memeluk mimpi-mimpinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak dengan memberikan komentar...